Karya Ilmiah tentang Bahaya Merokok
1.1 Latar Belakang
Rokok menurut dokter sangat berbahaya bagi kesehatan.
Banyak kandungan zat berbahaya didalam rokok. Hal itu sangat mengganggu
kesehatan. Berbagai alasan faktor penyebab untuk merokok diatas biasanya kalah
seandainya beradu argument dengan pakar yang ahli tentang potensi berbahaya
atas apa timbulnya dari kebiasaan merokok baik bagi dirinya sendiri, orang lain
dan lingkungan sangatlah ironis memang bahwa manusia sangat memperhatikan keseimbangan
alam akibat proses pembakaran bahan bakar oleh industry yang mengeluarkan
polusi, tetapi di lain pihak orang-orang dengan sengaja mengalihkan gas
produksi pembakaran rokok ke paru-paru mereka tanpa sepengatahuan kita. Asap
rokok akan menyebabkan kanker, serangan jantung, dan akan merusak diri kita dan
orang lain.
Sangat ironis memang bahwa manusia sangat
memperhatikan keseimbangan alam akibat proses pembakaran bahan bakar oleh
industri yang mengeluarkan polusi tetapi dilain pihak orang-orang dengan
sengaja mengalirkan gas produksi pembakaran rokok ke paru-paru mereka.
Terutama remaja masa kini, masa remaja merupakan masa
dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya
dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat pola perilaku, dan juga panuh
dengan masala-masala ( Hurlock 1998 ). Oleh karenanya, remaja sangat rentah
sekali mengalami psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul
sebagai akibat terjadinya perubahan social.
Sebenarnya seorang pelajar belum boleh merokok di
kalangan sekolah, masyarakat atau kalangan yang lainnya. Karena hal ini dapat
berdampak buruk pada kesehatannya, sekolahnya dan lain-lain. Biasanya hal ini
di lakukan oleh para pelajar karena kondisi emosi mereka yang tidak stabil
memebuat mereka melakukan segalah hal untuk melampiaskan esmosinya. Populasi
merokok pada usia dini sangatlah tinggi. Hal ini di sebabakan karena kurangnya
penyuluhan tentang bahaya rokok di kalangan sekolah atau masyarkat, atau mungkin
juga kurangnya kesadaran pada diri mereka sehingga mereka tidak memperhatikan
bahayanya dan juga nanti kedepanya.
Kebiasaan
merokok di Indonesia
sangat memprihatinkan. Setiap
saat kita dapat menjumpai masyarakat dari berbagai usia, termasuk pelajar.
Padahal, berbagai penelitian dan kajian yang telah di lakukan menunjukan bahwa
rokok sangat membahayakan kesehatan. Bukan hanya membahayakan para perokok,
asap rokok juga sangat berbahaya apabila di hirup oleh orang-orang yang berada
di sekitarnya ( perokok pasif ). Bahkan sebagian penelitian menunjukkan bahwa
para perokok pasif memiliki resiko kesehatan lebih tinggi dari pada para prokok
itu sendiri. Penyakit-penyakit mulai dari menderita batuk hingga kanker
paru-paru mengancam para perokok aktif maupun pasif.
Karena itu Penulis menyusun masalah yang berjudul “
Bahaya Merokok” agar dapat mengetahui akibatnya bagi pengguna.
1.2 Rumusan Masalah
Apa
pengertian dari rokok ?
Apa saja
ciri-ciri perokok ?
Bagaimana
dampak rokok terhadap kesehatan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk
menyadarkan para remaja akan bahaya merokok
Agar para
remaja tahu tentang bahan kimia yang ada di rokok
Untuk
membiasakan para remaja jauh dari rokok.
1.4 Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ilmiah ini penulisan
menggunakan duah buah metode, yaitu internet dan metode bacaan.
Karangan Semi Ilmiah
tentang EKSISTENSI BAHASA INDONESIA DI ERA GLOBALISASI
Eksistensi Bahasa Indonesia Pada era globalisasi
sekarang ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh
setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak
terbawa arus oleh pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan bahasa dan
budaya bangsa Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus
dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri
bahasa Indonesia. Ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional,pemakai
bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh
terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan
situasi dan kondisinya. Disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa
Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas
kepribadiannya sendiri.
Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana
keilmuan perlu terus dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Seirama dengan ini, peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah perlu terus dilakukan.
Namun, seiring dengan bertambahnya usia, bahasa
Indonesia justru dihadang banyak masalah. Pertanyaan bernada pesimis justru
bermunculan. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek
yang berwibawa dan punya prestise tersendiri di tengah-tengah dahsyatnya arus
globalisasi? Mampukah bahasa Indonesia bersikap luwes dan terbuka dalam
mengikuti derap peradaban yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika?
Masih setia dan banggakah para penuturnya dalam menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah-tengah perubahan dan dinamika
itu?
Akan tetapi, beberapa kaidah yang telah dikodifikasi
dengan susah-payah tampaknya belum banyak mendapatkan perhatian masyarakat
luas. Akibatnya bisa ditebak, pemakaian bahasa Indonesia bermutu rendah:
kalimatnya rancu dan kacau, kosakatanya payah, dan secara semantik sulit
dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya
(Sawali Tuhusetya, 2007).
Melihat persoalan di atas, tidak ada kata lain,
kecuali menegaskan kembali pentingnya pemakaian bahasa Indonesia dengan kaidah
yang baik dan benar. Hal ini –disamping dapat dimulai dari diri sendiri- juga
perlu didukung oleh pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Pembelajaran bahasa Indonesia tidak lepas dari
belajar membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan kemampuan bersastra.
Aktivitas membaca merupakan awal dari setiap pembelajaran bahasa. Dengan
membaca, mahasiswa dilatih mengingat, memahami isi bacaan, meneliti kata-kata
istilah dan memaknainya. Selain itu, mahasiswa juga akan menemukan informasi
yang belum diketahuinya.
Karangan Non Ilmiah
Judul : Buroq
Penulis : Ratih Kumala
Tak ada yang lebih aneh dari pada terbangun pada
sebuah sore gerimis di bulan suci dan mendapati dirinya penuh mengingat mimpi
yang baru saja turun dalam lelap satu menit lalu; ia seorang bejat yang tak
pernah salat- bermimpi bertemu Muhammad. Bagaimana bisa?
Inilah yang dikerjakannya setiap hari, bangun
menjelang siang setelah malamnya menghabiskan berbotol-botol bir bersama
teman-teman di depan kios tattonya. Tidak ada yang pernah benar-benar tahu
siapa nama aselinya. Semua orang memanggilnya Cimeng, tentu itu bukan nama
aslinya. Kulitnya gelap dan dia menggambarinya dengan tatto berwarna-warni. Dia
menyebutnya seni, teman-temannya menyebutnya keren, anak-anak ABG menyebutnya
anak punk, sedang tetangga-tetangga yang sudah pasti tidak menyukai kios tattonya
menyebutnya berandal.
Pencerita mimpi siang itu sangat baik pada dirinya.
Tentu saja ia heran, dirinya yang selama ini menganggap dunia brengsek maka dia
harus menjadi seorang brengsek pula, tiba-tiba menjadi orang terpilih yang
bertemu Muhammad dalam mimpinya. Ia tak tahu apa artinya, tapi mimpi itu sangat
jelas. Hanya ada satu yang tidak jelas; wajah Muhammad.
Telah 10 hari bulan Ramadhan, dan ia baru tiga kali
benar-benar berpuasa. Siang saat ia bermimpi bertemu Muhammad adalah hari
dirinya berpuasa untuk yang ketiga kalinya. Bukan karena merasa wajib, tetapi
karena hari itu ia malas keluar dari rumah sewanya untuk membeli makanan. Hari
itu diisinya dengan tidur dan baru terbangun saat aroma bunga menyeruak hidung
bercampur denting gerimis yang membawa aroma tanah. Matanya terbuka, ia ngulet
ke arah matahari datang. Jendela terbuka menyuguhkan pemandangan mozaik,
sedikit linglung merasa tak pasti apakah itu pagi atau sore. Ia dibangunkan
oleh mimpi yang aneh; lelaki itu penuh wibawa berdiri di atas buroq; kendaraan
yang konon lebih cepat dari cahaya dan membawanya ke lapis langit ketujuh.
*
Saat terbangun, ia melihat pemandangan matahari
kemerahan di balik jendela terbuka, gerimis, serta pohon kamboja di sebelah
rumahnya yang bertetangga dengan kuburan kecil menyeruak aroma bunga merah
muda. Ia mengingat-ingat, apakah saat itu pagi atau senja. Usianya baru tujuh
tahun tapi ia sanggup berpuasa penuh. Ibunya yang tiba-tiba muncul dari balik
pintu menyapa dengan lembut, "Qatrun, salat asar dulu. Sebentar lagi
magrib." Kini ia tahu, dirinya terbangun pada sebuah sore gerimis di bulan
suci. Ia tak bergegas, mengingat-ingat mimpinya satu menit yang lalu. Sebuah
mimpi yang jelas, hanya satu yang tidak begitu jelas; wajah Muhammad dalam
mimpinya.
Sehabis berbuka puasa dan magrib lewat, Qatrun kecil
mengambil sarung dan peci. Teman-temannya berteriak memanggil-manggil namanya
di depan rumah, mengajak pergi ke surau berbarengan untuk tarawih. Kali ini
setelah tarawih selesai ia tidak langsung pulang. Bahkan saat teman-teman
merayunya dengan segenggam mercon yang disembunyikan di balik sarung untuk
diledakkan di perempatan jalan, Qatrun tetap berada di surau dan menunggu sepi,
ingin berbicara dengan Ustaz.
"Ustaz, aku bermimpi aneh."
"Mimpi apa?"
"Muhammad."
"Kau mimpi bertemu Muhammad?" ia harus
mengakui ada rasa iri menyelip. Bahkan dirinya yang sudah berumur dan
menganggap cukup taat belum pernah mimpi bersua Muhammad. "Bagaimana
ia?"
"Ia berdiri di atas buroq dengan wajah yang
tidak begitu jelas dan menatap ke arah kami."
"Kami?"
"Aku dan sekelompok orang. Tetapi mereka tidak
ada yang percaya kalau dia Muhammad. Hanya aku dan seorang laki-laki beraroma
minuman keras yang berdiri di sebelahku yang percaya."
"Lelaki beraroma minuman keras?" tanya
Ustaz setengah sanksi. Qatrun mengangguk yakin, "seperti apa buroq?"
"Seperti sampan panjang,"
"Lalu bagaimana kau tahu Muhammad naik buroq,
bukan naik sampan?"
"Aku tahu, Ustaz! Itu buroq, bukan sampan."
*
Menjelang magrib, laki-laki yang dipanggil Cimeng itu
berjalan ke mini market dekat rumah sewanya dan membeli roti tawar untuk makan.
Ia masih tetap mengingat-ingat mimpinya tadi. Ada sekelompok orang, namun hanya
dirinya dan seorang bocah yang percaya bahwa lelaki yang berdiri di atas buroq
itu adalah Muhammad. Usai makan dan mandi, tangannya tergerak. Ia mengambil
jarum tatto dan mulai menggambar di lengannya. Sebuah sampan berwarna hijau dan
sebuah lingkar di atas sampan berwarna kuning. Warna cahaya.
*
Qatrun tahu, minum keras itu beraroma seperti apa
walaupun ia tak pernah menyentuhnya barang sedikit. Ia mengenali warna raut
wajah memerah jika seseorang mabuk. Ia juga tahu bahwa minuman keras itulah
yang menyebabkan ibunya memar-memar. Malam-malam saat ayahnya masih agak sering
pulang ke rumah dalam keadaan teler, ibu selalu menunggu hingga tertidur di
kursi panjang yang tak patut disebut sebagai sofa di ruang depan rumahnya yang
kecil. Saat pulang, tak jarang ayahnya membawa aroma sangit keringat bercampur
minuman keras, penat yang sangat, serta sedikit uang hasil menyupir truk. Itu
bukan pemandangan baru bagi Qatrun. Jika ibu bertanya habis dari mana, tangan
ayahnya melayang ke pipi ibu, meninggalkan bekas memerah. Sedang ia akan
terbangun, mengintip dari balik tirai pintu. Hingga suatu hari ayahnya tak
pernah kembali walaupun ibu masih menunggu pada malam-malam setelah isya'
didirikan dan mengambil selembar bantal tipis untuk menyangga lehernya di kursi
panjang di ruang tamu mereka yang kecil.
Di kamarnya yang kecil, Qatrun menggambar. Sebuah
sampan panjang berwarna hijau terang, dan sebuah lingkar di atas sampan yang
dikelir warna kuning. Warna cahaya.
*
Walau sekarang Ramadhan, dan Cimeng mengaku beragama
Islam, ia tetap tidak puasa, tentu saja. Ia sedang menerima order tindik di
lidah seorang anak usia SMA.
"Gambar apaan nih?" tanya ABG itu. Lengan
Cimeng yang terbuka memperlihatkan tatto-tattonya yang sudah tak terhitung.
Anak itu tertarik pada sebuah tatto yang baru dibuatnya dua hari lalu.
"Ini...," ia urung menjelaskan, "nurut
elo gambar apa?"
"Bola naik perahu ya?" Cimeng hanya
tersenyum atas jawaban si ABG.
Kios tatto di rumah sewanya baru sepi menjelang
siang. Cimeng duduk terdiam, ia tiba-tiba merasa lelah sekali. Dihitungnya
sudah berapa lama dia pergi dari rumah dan tak kembali. Ia hanya mengirimkan
sesekali surat untuk rumahnya saja. Tapi dia tak pernah benar-benar tahu apa
yang ingin ditulisnya. Ibunya selalu bertanya, kapan akan pulang. Semakin
banyak tatto dan tindik yang dia buat di tubuhnya, semakin urung pula ia
pulang. Walau kadang-kadang ingin.
*
Malam berikut saat buka puasa Qatrun menunjukkan
gambar itu pada ibunya.
"Gambar apa ini? Ibu ndak ngerti."
"Ini gambar mimpiku, Bu."
"Mimpi apa?"
"Ini Muhammad," katanya menunjuk gambar
lingkar berwarna kuning, "ini buroq, kendaraan saat Muhammad pergi ke
langit ketujuh bersama malaikat."
"Kapan kamu mimpi ini?"
"Kemarin, waktu tidur siang."
Ibunya terharu, mengelus pelan rambut anaknya.
Seperti biasa, Qatrun selalu pergi ke masjid untuk tarawih. Selesai tarawih
kali itu pula ia tak langsung pulang. Ditunjukkannya gambarnya pada Ustaz dan
beberapa teman lain. Ia jelaskan, gambar itu adalah Muhammad sedang naik buroq.
"Qatrun, hanya orang-orang terpilih yang bisa
ditemui Muhammad di mimpinya," ujar Ustaz.
"Apakah itu berarti aku orang terpilih?"
"Kau yakin tak berbohong atas cerita mimpimu
itu? Berbohong itu dosa." Teman-teman yang tadinya antusias mendengar
cerita Qatrun bermimpi bertemu Muhammad, jadi terdiam. Memandang bergantian
antara Qatrun dan Ustaz. Qatrun kecewa akan perkataan Ustaznya. Ia mengambil
gambar itu.
Pergi dari surau dan tak pernah datang lagi untuk
salat subuh, atau magrib, atau isya
atau tarawih. Gambar itu
diletakkan begitu saja di atas meja. Tak pernah ia menyentuhnya lagi, hingga
gambar itu hilang entah ke mana. Qatrun sekarang lebih suka membuat
bermacam-macam gambar di bukunya. Tak hanya buku gambar, tapi buku tulis
sekolah juga jadi penuh gambar. Ia tak hanya menggambar gunung, sawah dan rumah
kecil. Kini gambar-gambarnya jadi berragam dan makin rumit. Qatrun pun jadi
pendiam, hingga suatu hari dia bercita-cita akan meninggalkan rumah jika
sekolah selesai.
*
Kios tatto hari itu ditutup, rumah sewa juga tutup.
Anak-anak punk dan ABG yang sering mangkal di situ heran karena rumah itu
tiba-tiba tutup dan digembok. Cimeng pergi mematikan HP-nya setelah sebelumnya
dia mengirimkan sebuah SMS ke seorang temannya. Gue mudik, bunyi SMS itu.
Ia tak percaya, kampung kecil itu dijejakkinya lagi.
Ia tak yakin ibu dan teman-temannya masih mengenalinya setelah pergi dari
kampung itu tujuh tahun yang lalu, mengingat begitu banyak tatto dan tindik di
tubuhnya sekarang. Ia khawatir ibunya tak mengenalinya. Saat ia sampai dan
mengetok-ngetok pintu, rumah kecil itu tak dikunci. Cimeng masuk tanpa permisi.
Seorang perempuan paruh baya berjilbab tertidur di kursi panjang yang tak bisa
disebut sofa dengan sebuah bantal tipis menyangga lehernya. Selembar kertas
bergambar sebuah sampan berwarna hijau dan lingkaran kuning keemasan berada di
dekapannya. Bertahun-tahun, dan anaknya tak pernah tahu bahwa ia masih
menyimpan gambar itu. Ibu, Qatrun pulang.